Dalam 24 jam terakhir, terlihat tiga pertarungan besar: model mengejar “kualitas percakapan” dan preferensi pengguna, cloud bergeser dari adu skala menjadi adu AI full-stack dan ekosistem, dan software enterprise bergerak dari fitur titik ke orkestrasi agent-native. Intinya: skor dan rilis hanyalah awal—keunggulan nyata lahir dari produktivitas yang bisa dikirim dan diskalakan.

Model baru Baidu, ERNIE-5.0-Preview-1203, meraih skor 1451 di LMArena dan menempati peringkat teratas di Tiongkok. Model ini disebut unggul untuk penulisan kreatif dan tugas kompleks berbasis percakapan.
Komentar:
Skor LMArena pada dasarnya adalah win-rate “preferensi manusia” dalam duel head-to-head. Skor tinggi adalah sinyal kuat bahwa pengalaman chat dan kualitas subjektif meningkat, tetapi tidak otomatis berarti unggul absolut di benchmark yang bisa direplikasi seperti reasoning, matematika, atau coding.
ERNIE-5.0-Preview-1203 diposisikan sebagai foundation model multimodal native yang dirilis Nov 2025, dilaporkan berparameter 2,4T dan memakai unified modeling untuk memproses serta menghasilkan teks, gambar, audio, dan video.
Tiongkok bukan lagi penonton dalam lomba model global—semakin ikut membentuk ritme dan aturan main. Skor adalah momentum; pertarungan sesungguhnya adalah mengubah kreativitas dan tugas kompleks menjadi produktivitas yang stabil, terukur, dan bisa diskalakan. Persaingan ERNIE, ChatGPT, Qwen, Gemini, dan Grok akan makin ketat.
Laporan Omdia memperkirakan belanja layanan infrastruktur cloud global pada Q3 2025 mencapai US$102,6 miliar, naik 25% YoY. AWS memimpin dengan 32% pangsa pasar dan pertumbuhan pendapatan 20% YoY.
Komentar:
Cloud bergerak dari “siapa compute paling besar” menjadi kompetisi AI full-stack: kapabilitas platform, ekosistem model, dan solusi industri. AWS, Azure, dan Google Cloud bersama-sama menguasai sekitar 66% pasar.
Meski Azure dan Google Cloud tumbuh cepat, AWS tetap menjadi pusat gravitasi karena basisnya besar. Namun laju AWS di bawah pertumbuhan pasar adalah sinyal penting: AWS harus lebih cepat mengonversi kapabilitas AI menjadi pendapatan yang dapat ditagih dan diskalakan.
Di tengah investasi agresif AI-native dari Microsoft dan Google, pertanyaannya bukan “AWS punya AI atau tidak”, melainkan “seberapa cepat AI menjadi mesin pertumbuhan yang berulang.”
DingTalk milik Alibaba merilis lebih dari 20 produk AI, termasuk hardware AI enterprise, dan memperkenalkan Agent OS sebagai “work intelligence operating system” yang berfokus pada agent.
Komentar:
Agent OS bukan OS tradisional—lebih tepat dipahami sebagai runtime dan lapisan koordinasi agar AI agent bisa berjalan dan berkolaborasi.
Narasi “product matrix + operating system” mengirim sinyal: DingTalk ingin mendefinisikan bagaimana agent mengorkestrasi manusia, proses, data, izin, dan perangkat di dalam perusahaan, bukan sekadar menjual fitur tunggal.
Hardware masuk akal secara strategi: menanamkan pintu masuk AI ke ruang rapat, resepsionis, toko, dan meja kerja untuk mendorong adopsi “last mile”. Namun risikonya nyata: kompleksitas deployment dan maintenance, model biaya, serta batas keamanan dan kepatuhan akan menentukan apakah ini bisa diskalakan.
Apakah DingTalk bisa menjadi salah satu kunci menuju “enterprise OS generasi berikutnya”?
Untuk konteks 72 jam terakhir: